Berita

Aktivis Sosial Soroti Dugaan Pungutan Pemilihan RT di Kelurahan Kandis Kota

66
×

Aktivis Sosial Soroti Dugaan Pungutan Pemilihan RT di Kelurahan Kandis Kota

Sebarkan artikel ini

Siak.Radarinvestigasi.com||Pungutan liar sebagai salah satu perbuatan buruk yang sering dilakukan oleh seseorang, seperti diantaranya pegawai negeri ataupun pejabat negara dengan cara meminta pembayaran sejumlah uang yang tak sesuai peraturan terkait pembayaran tersebut.

Pungli ataupun pungutan liar adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang, pegawai atau pejabat pemerintah dengan meminta pembayaran sejumlah uang yang tak pantas ataupun tidak berdasarkan kepada persyaratan pembayaran yang ada. Kegiatan pungli itu sendiri juga sering disamakan dengan pemerasan, penipuan ataupun korupsi.

Pungutan liar sebagai komisi yang tak boleh dibebankan ataupun dikumpulkan. Pemerasan sendiri sering dilakukan oleh pejabat ataupun pegawai pemerintah. Kata pungutan liar sendiri tiba-tiba menjadi tren lagi sejak kemunculan Keputusan Presiden 87 Republik Indonesia mengenai Pasukan Bersih yang Menyapu Satgas Retribusi Liar 2016. Setelah Perpres, Satuan Tugas Saber Pungli juga dibentuk di pemerintah provinsi serta pemerintah kabupaten atau kota di wilayah provinsi Bengkulu.

Tindakan Pidana Pungutan Liar dalam Aturan Hukum KUHP:

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI, pungli juga merupakan akronim ataupun singkatan dari kata pungutan liar yang berarti tindakan meminta sesuatu berupa uang dan lain sebagainya kepada seseorang, lembaga ataupun perusahaan tanpa menuruti peraturan yang lazim. Hal ini umumnya disamakan dengan perbuatan pemerasan, penipuan ataupun korupsi.

Pungutan liar sebagai salah satu perbuatan buruk yang sering dilakukan oleh seseorang, seperti diantaranya pegawai negeri ataupun pejabat negara dengan cara meminta pembayaran sejumlah uang yang tak sesuai peraturan terkait pembayaran tersebut.

Pungli ataupun pungutan liar adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang, pegawai atau pejabat pemerintah dengan meminta pembayaran sejumlah uang yang tak pantas ataupun tidak berdasarkan kepada persyaratan pembayaran yang ada. Kegiatan pungli itu sendiri juga sering disamakan dengan pemerasan, penipuan ataupun korupsi.

Pungutan liar sebagai komisi yang tak boleh dibebankan ataupun dikumpulkan. Pemerasan sendiri sering dilakukan oleh pejabat ataupun pegawai pemerintah. Kata pungutan liar sendiri tiba-tiba menjadi tren lagi sejak kemunculan Keputusan Presiden 87 Republik Indonesia mengenai Pasukan Bersih yang Menyapu Satgas Retribusi Liar 2016. Setelah Perpres, Satuan Tugas Saber Pungli juga dibentuk di pemerintah provinsi serta pemerintah kabupaten atau kota di wilayah provinsi Bengkulu.

Istilah pungutan liar sendiri sangat populer di akhir-akhir ini. Banyak orang yang telah menyadari betapa serius serta merusaknya perilaku pungutan liar. Jadi, sudah seharusnya sebagai bangsa Indonesia yang baik harus menjauhi perilaku pungli ini.

Dalam kasus tindak pidana pungutan liar juga tidak terdapat secara pasti dalam KUHP, tetapi meski demikian pungutan liar juga dapat disamakan dengan perbuatan pidana penipuan, pemerasan serta korupsi yang diatur dalam KUHP, berikut penjelasannya.

Pasal 368 KUHP:
Pasal ini berisi mengenai “Barang siapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri ataupun orang lain secara melawan hukum, yaitu memaksa orang lain dengan kekerasan ataupun ancaman kekerasan untuk memberikan sesuatu barang, yang seluruhnya maupun sebagian milik orang lain atau untuk memberikan hutang serta menghapus piutang, diancam, karena pemerasan, dengan pidana penjara yang paling lama yaitu sembilan tahun.”

Pasal 415 KUHP:
Pasal ini berisi mengenai “Pegawai negeri atau orang lain, yang diwajibkan untuk seterusnya atau untuk sementara waktu menjalankan sesuatu pekerjaan umum, yang dengan sengaja menggelapkan uang atau surat yang berharga, yang disimpannnya karena jabatannya, atau dengan sengaja membiarkan uang atau surat yang berharga itu diambil atau digelapkan oleh orang lain atau menolong orang yang lain itu sebagai orang yang membantu dalam hal itu dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun.”

Pasal 418 KUHP
Pasal ini berisi mengenai “Pegawai negeri yang menerima hadiah atau perjanjian, sedang ia tahu atau patut dapat menyangka, bahwa apa yang dihadiahkan atau dijanjikan itu berhubungan dengan kekuasaan atau hak karena jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang menghadiahkan atau berjanji itu ada berhubungan dengan jabatan itu, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya enam bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500.”

Pasal 423 KUHP
Pasal ini sendiri berisi mengenai pegawai negeri yang dengan maksud tertentu menguntungkan diri sendiri maupun orang lain secara melawan hukum dengan menyalahgunakan kekuasaan yang ia miliki untuk memaksa orang lain menyerahkan sesuatu melakukan suatu pembayaran, melakukan pemotongan pada suatu pembayaran ataupun melakukan suatu pekerjaan untuk pribadi sendiri, juga dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun.

Dengan berdasarkan ketentuan pidana yang ada di aturan hukum KUHP, maka kejahatan pungutan liar yang dapat dijerat dengan tindak pidana di bawah ini:

Tindak Pidana Penipuan

Penipuan serta pungutan liar adalah tindak pidana yang mana di dalamnya terdapat unsur-unsur yang sama dan saling berhubungan antara yang satu dengan yang lain untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan rangkaian kebohongan untuk atau agar orang lain menyerahkan barang ataupun sesuatu kepadanya.

Tindak Pidana Pemerasan

Tindak pidana pemerasan adalah pemerasan, penipuan dan pungutan liar juga termasuk tindak pidana yang mana terdapat unsur-unsur yang sama serta saling berhubungan antara lain untuk menguntungkan diri sendiri maupun orang lain secara melawan hukum dengan rangkaian kekerasan serta berbagai ancaman agar orang lain untuk menyerahkan barang ataupun sesuatu kepadanya.

Seperti yang terjadi adanya dugaan pungutan sebesar Rp 500 ribu untuk pemilihan Ketua Rukun Tetangga (RT) di Kelurahan Kandis Kota, Kecamatan Kandis, Kabupaten Siak, telah menuai sorotan tajam dari berbagai pihak, termasuk aktivis sosial dan lembaga bantuan hukum. Praktik ini diduga menyebabkan beberapa calon Ketua RT mengundurkan diri karena keberatan dengan besarnya pungutan tersebut.

Miswan MP, yang juga menjabat sebagai Bendahara Perkumpulan Pers Daerah Seluruh Indonesia (PPDI), bersama dengan Lembaga Bantuan Hukum Cendrawasih Celebes Indonesia (CCI) dan Laskar Anti Korupsi Sawerigading Republik Indonesia (LASKRI), menyampaikan kritik tajam terhadap kebijakan ini. Menurutnya, pungutan tersebut tidak hanya membebani calon Ketua RT, tetapi juga berpotensi melanggar aturan hukum yang berlaku.

Calon Ketua RT Mundur Akibat Beban Pungutan

Banyak calon Ketua RT di Kelurahan Kandis Kota dilaporkan mengundurkan diri karena merasa tidak mampu memenuhi tuntutan biaya tersebut. Kondisi ini memicu kekhawatiran bahwa pemilihan Ketua RT dapat kehilangan esensi demokratisnya jika hanya mereka yang mampu secara finansial yang bisa maju sebagai calon.

Salah seorang calon Ketua RT yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan, “Kami ingin melayani masyarakat, tetapi adanya pungutan ini membuat kami kesulitan. Ini bukan soal keinginan untuk maju, tetapi kami tidak ingin memulai dengan beban utang.”

Menurut keterangan Kepala Kelurahan Kandis Kota bahwa tidak jadi masalah karena sudah ada kesepakan dari pinitia dan warga terkait uang tersebut.

Pihak Kelurahan Membantah
Martinus SP, Lurah Kandis Kota, membantah tudingan adanya pungutan resmi yang diinstruksikan oleh pihak kelurahan. “Kami tidak pernah memerintahkan adanya pungutan untuk pemilihan Ketua RT. Jika ada hal seperti itu, mungkin itu inisiatif pihak tertentu yang tidak kami ketahui,” jelas Martinus.

Ia juga menambahkan bahwa pihak kelurahan siap melakukan investigasi jika ada laporan resmi terkait dugaan pungutan tersebut.

Dasar Hukum: Pungutan Tak Berdasar dan Berpotensi Ilegal

Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, setiap pungutan oleh lembaga pemerintah atau aparatur negara harus memiliki dasar hukum yang jelas. Pungutan yang tidak memiliki payung hukum dapat dianggap sebagai pungutan liar (pungli) yang bertentangan dengan hukum.

Selain itu, Pasal 368 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menyatakan bahwa memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu, baik berupa uang maupun barang, di luar ketentuan resmi dapat dikategorikan sebagai tindak pidana pemerasan.

Miswan MP menegaskan bahwa praktik semacam ini tidak boleh dibiarkan. “Kami meminta pemerintah daerah untuk turun tangan dan mengusut tuntas kasus ini. Jika ada pelanggaran hukum, pelakunya harus diberikan sanksi tegas,” ujarnya.

Aktivis sosial mendesak agar pemerintah daerah Kabupaten Siak, khususnya Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD), segera mengeluarkan pernyataan resmi dan memastikan tidak ada pungutan yang memberatkan calon Ketua RT. Mereka juga meminta adanya transparansi dan pengawasan dalam pelaksanaan pemilihan Ketua RT di Kelurahan Kandis Kota.

Sementara itu, Lembaga Bantuan Hukum CCI dan LASKRI menyatakan siap memberikan pendampingan hukum kepada calon Ketua RT yang merasa dirugikan akibat pungutan ini.

Kasus ini menjadi perhatian publik dan menjadi pengingat pentingnya transparansi dan keadilan dalam proses pemilihan aparatur masyarakat. Pemerintah diharapkan segera mengambil langkah tegas untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap sistem pemerintahan. (Tim)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *